Berbagi Informasi Agar Tidak Salah Paham

EdukasiOn The Spot

Mengenal lebih dekat, Banda Aceh, Model Kota Madani

Jumat, 13 Januari 2017, 00.58 WAT
Last Updated 2020-07-15T07:48:38Z
Advertisement
Senja belum lagi datang, sedang terik masih belum beranjak. Senin perdana pekan ini, cuaca bersahabat tampaknya. Badai mungkin saja sudah usai, setelah beberapa hari kemarin memaksa warga Banda Aceh tak bisa santai. Dari seputaran Jalan P. Nyak Makam, sepeda motor meluncur teratur. Tidak, mungkin senja kali ini kita tidak melihat dulu Kantor Gubernur Aceh. Bangunan yang kokoh pasca tsunami, cantik terlihat. Selain bersih, luas, menarik terlihat ketika lampu lampu menyala dimalam hari. Di putaran jalan setelah kedai kopi SMEA, berputar arah, menuju ke arah Hermess Palace Hotel. Belum lagi jauh, kita bisa melihat dengan jelas Wisma Anggrek, penginapan yang terbilang murah ada disana. Diseberang wisma tersebut, dulunya adalah areal perkantoran milik Koperindag kalau tidak salah. Gedung ini nyaris tak terpakai pasca tsunami, hingga sekarang diberikan hak guna pakai untuk lembaga dari pusat. Saksi bisu tsunami diabadikan dengan didirikan sebuah monumen kecil.



Kemudian kita teruskan perjalanan sebentar. Di pinggir jalan tampak terlihat beberapa penjaja air kelapa muda, air tebu, dan pulut bakar. Pengunjung dapat singgah sejenak. Tempatnya teduh, meski tak syahdu, rasanya bolehlah dijadikan tempat melepas rindu. Lampineung, daerah ini lebih dikenal dengan nama Lampineung. Di sana ada soto Endang, yang kemarin saya coba di Lhokseumawe memang benar nikmat adanya. Tak jauh darinya ada juga kedai Mie Hijau. Rasanya cukup memukau dan harga tak bikin galau. Satu hal yang patut diperhatikan dari jalan ini adalah, berjajar beberapa kedai kopi. Persaingan bisnis terlihat sangat terbuka. Entah mungkin saya yang terpukau cerita kawan kawan dulu, tetapi kedai kopi Solong memang tak ada duanya jika kita berada di daerah sini. Bukan mengiklankan, toh kedai kopi Solong sudah punya nama karena yang dijual bukan sekedar kopi, tetapi citarasa sejati. Biasanya dekat lampu merah ada penjual pisang goreng Adabi, entah darimana asal muasalnya, yang pasti cocok dimakan untuk menemani segelas kopi. Kedai kopi di Banda Aceh sekarang ini rasanya sudah dimonopoli atau mungkin ada invasi saham yang dilakukan oleh Om WIFI, karena kebanyakan kedai kopi di Banda Aceh memasang logo WIFI di pintu masuknya. Yang perlu diingat, bahwa kebanyakan kedai kopi di Banda Aceh sering menyelenggarakan nonton bareng pertandingan sepakbola. Kita hanya membayar makanan minuman yang kita konsumsi, bagaimana bila di kota lainnya?


Dari lampu merah, sengaja sepeda motor diarahkan ke kanan. Benar, ke arah Lambuuk. Di sepanjang jalan akan sangat mencolok toko pakaian, entah itu distro namanya, entah apapun, rasanya memang sangat banyak terlihat. Biasanya di depan Lambuuk Swalayan, ada penjual Ade, penganan khas yang kemarin pernah saya beli di jalur lintas Beurnun - Sigli. Belum lagi jauh, terlihat di tepi jalan penjual pisang goreng. Kali ini bukan Adabi, tetapi pisang goreng Kalimantan. Jadi tak perlu jauh ke Borneo kalau cuma ingin membeli. Seperti tak perlu jauh jauh ke Ambon jika ingin menikmati Bika Ambon, cukup saja datang ke Medan




Tepat di ujung jalan, akan terlihat Hermes Mall. Mungkin ini satu satunya mall yang ada di Banda Aceh. Tak apalah, setidaknya Mall disini tak menjelma menjadi hutan kota. Melaju lagi ke arah Simpang Surabaya. Entah mau kemana sebenarnya, tetapi jika lurus terus ke arah Batoh, itu arah menuju terminal bus bila ke kiri maka akan ke arah terminal ELF (L-300). Karena lampu sudah hijau, terpaksa maju. Terbawa arus maka belok ke kanan. Tak jauh dari lampu merah, ada Gedung Sosial. Disini sering kali dijadikan lapak gelar pameran komputer. Dapat simpang tiga pertama, bila ke kiri menuju ke Makam Pahlawan. Baiklah kita lurus saja, jangan lupa, disebelah kiri akan terlihat pertokoan seluler. Untuk masalah harga, pernah saya sendiri coba servis, disini lebih murah ternyata ketimbang di daerah Peunayong. Peunayong itu dimanakah? Nanti coba kesana jika malam tak gelap. Tepat di persimpangan lampu merah, enggan menunggu, ada baiknya kita belok kiri jalan terus.


Jalan disini sangat luas, saluran air juga besar. Hingga untuk masuk ke Musium Aceh harus menyeberangi jembatan. Benar kah itu Musium Aceh namanya? Jika salah, anggap saja benar, toh jelas terlihat disana ada Rumoh Aceh. Bila masuk dan terus ke kanan, maka akan terlihat Lonceng Cakradonya. Gosipnya, lonceng tersebut berasal dari Laksamana Ceng Ho.







Lonceng ini sangat terkenal di daerah Aceh. Sejarah mencatat bahwa lonceng cakradonya merupakan pemberian dari Laksamana Cheng Ho, seorang Kaisar Cina kepada Sultan Iskandar Muda pemimpin Kerajaan Aceh pada masa itu. Pemberian lonceng ini dalam rangka mengikat hubungan persahabatan dan kerjasama antara dua kerajaan di negara yang berbeda. Lonceng ini berukuran 11/2 m dan lebar 1 m. Nama Cakradonya adalah nama armada perang Sultan Iskandar Muda, yang mana cakra berarti kabar sedangkan donya artinya dunia. Lonceng cakradonya berfungsi sebagai media untuk menyampaikan kabar kepada dunia, termasuk isyarat perang pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda. Pada bagian atas lonceng ini terdapat tulisan aksara Tionghoa dan Arab. Aksara Tionghoa yang tertulis adalah "Sing Fang Niat Toeng Juut Kat Yat Tjo", namun tulisan aksara tersebut sudah tidak terbaca lagi karena sudah dimakan usia. Mulanya Lonceng raksasa yang merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang bermutu tinggi ini diletakkan di dekat Masjid Raya Baiturrahman yang berlokasi di kompleks Istana Sultan. Namun kini Lonceng Cakradonya telah dipindahkan ke Museum Aceh dan ditempatkan dalam sebuah kubah di halaman museum tersebut sejak tahun 1915. Hingga kini Lonceng raksasa ini menjadi simbol atau icon khusus Kota Banda Aceh. http://id.wikipedia.org/wiki/Lonceng


Di sebelah Museum Aceh ini, ternyata ada juga tempat bersejarah lainnya rupanya, karena terlihat beberapa meriam pasca perjuangan dulu terlihat jelas. Kembali ke area pandangan mata. Rumoh Aceh juga menarik untuk dikunjungi, atau sekedar berfoto ria. Beberapa meriam terpajang bebas di bawah rumah panggung ini. Ada pedati, alat menumbuk padi dan sepertinya ini adalah tempat menyimpan padi. Museum ini akan tutup setiap hari Senin. Selasa sampai Minggu akan buka pada pukul 08.30. Selasa s.d. Kamis jam istirahat pukul 12.30. Buka kembali pukul 13.30-17.30. Jumat istirahat pukul 11.30. Buka kembali pukul 14.00 - 17.30. Sabtu dan Minggu istirahat pada pukul 12.30. Dan dibuka kembali pada pukul 14.00-17.30. 






Tepat disebelah Rumoh Aceh ini, ada satu lagi bangunan yang atapnya hampir menyentuh tanah. Tepat di depannya terdapat makam Raja Raja Dinasti Bugis. Tak disangka bahwa jaman dulu kala Kerajaan Bugis sampai juga kemari.



Penasaran dengan gedung disebelah Museum Aceh ini, maka sepeda motor diarahkan keluar dan menuju ke gedung sebelah. Masuk ke Museum Aceh tidak dikenai biaya ternyata. Terlihat dari depan ada tertulis Komplek Makam Sultan Iskandar Muda. Komplek ini bersebelahan juga dengan Meuligo Gubernur (rumah dinas). Rasa penasaran dengan meriam meriam tadi kini hilang sudah. Benar benar dapat kita sentuh. Mungkin karena sudah sore, maka tidak terlihat adalagi penjaga. Selain meriam meriam tadi, disini terdapat beberapa makam bersejarah. Dan mungkin saja tidak pernah ada dalam buku sejarah.








Mungkin sekitar 500M dari lokasi tersebut ada semacam Taman Kota, yang lebih dikenal dengan sebutan Taman Putroe Phang.






Taman Putroe Phang adalah taman yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Putroe phang adalah permaisuri dari sultan iskandar muda yang berasal dari Kerajaan Pahang. Taman ini didirikan oleh sultan Iskandar muda pada abad 17 atas pemintaan putroe pahang. taman ini dibangun karena Sultan sangat Mencintai putri pahang dan agar sang permaisuri tidak kesepian bila di tinggal sultan menjalankan pemerintahan .
Di dalam taman putroe phang terdapat pintoe khop merupakan pintu yang menghubungkan istana dengan taman putroe phang yang berbentuk kubah, Pintoe Khop ini merupakan tempat beristirahat Putri Phang, setelah lelah berenang, letaknya tidak jauh dari Gunongan, disanalah dayang-dayang membasuh rambut sang permaisuri, Disana juga terdapat kolam untuk sang permaisuri keramas dan mandi bunga.
Pintoe Khop putroe phang - Dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Pintoe Khop merupakan pintu penghubung antara Istana dengan Taman chairah/Taman Putroe Phang. Gerbang ke taman sari dari keluarga kerjaan, Sultan, Permaisuri, Pangeran, dan Putri Raja.
Pembangunan taman dikisahkan merupakan permintaan dari Putroe Phang, putri raja yang dibawa ke Aceh oleh Sultan Iskandar Muda setelah kerajaan Pahang ditaklukan. Pintoe Khop yang berbentuk tubah ini merupakan tempat beristirahat Putri Phang setelah lelah berenang dan letaknya tidak jauh dari gunongan. http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Putroe_Phang

Di taman ini, pengunjung dapat bercengkrama atau diam bertatap mata saja dengan temannya. Tidak jarang juga yang sengaja datang untuk memancing. Taman ini memang dibentuk agar kita dapat berkeliling dan menyeberangi sungai yang ada disana. Bahkan sampai dibangun fasilitas untuk bermain anak anak. Untuk masuk ke lokasi ini tidak dikenai biaya, hanya kendaraan dikenai biaya parkir.

Keluar dari sana. Pandangan mata ingin cepat menatap laut. Setelah Lampu Merah, maka akan terlihat Taman Sari. Disini merupakan lokasi tempat bermain keluarga. Tidak jauh dari sana ada kedai kopi Black Jack (BJ) Markas Besar dari RATM (kaskuser Aceh). Kedai kopi ini juga termasuk kedai kopi yang terkena invasi dari OM WIFI  Jika lurus terus ke depan, disana ada beberapa kedai kopi ternama. Dan kita bisa langsung menuju Masjid Raya. Tetapi lebih kuat keinginan saya untuk melihat laut. Jadi mengarah ke Ulhe Lhee. Hanya beberapa meter dari BJ tadi terlihat truk Eropa yang manis terparkir. Ini adalah Musium Tsunami. Musium yang dibangun dalam rangka mengenang dan sebagai ajang pendidikan terhadap tsunami. Pada jam jam tertentu akan diputar film tentang tsunami di dalam. Sepertinya masuk ke lokasi ini juga masih gratis.

Sepeda motor kemudian diparkir di seberang Musium Tsunami. Tepat di lapangan Blang Padang. Lapangan ini sering digunakan untuk upacara hari nasional, dan kegiatan keagamaan. Tepat di sisi seberang RRI Aceh, terlihat bangunan yang sangat mencolok. Terlihat replika pesawat RI 001 Seulawah. Pesawat yang pertama kali dimiliki oleh Indonesia. Cerita yang pernah terdengar di telinga, diceritakan bahwa pada masa nya, Presiden RI pertama ketika berkunjung ke Serambi Mekkah merasa sangat sulit untuk bersilaturahmi dengan warganya di daerah dikarenakan faktor geografis. Sehingga untuk menyatukan frame perjuangan sangatlah sulit, apalagi untuk berkomunikasi dengan pihak luar. Maka tercetuslah ide dari masyarakat Aceh untuk menyumbangkan emas dan harta benda dalam rangka pembelian pesawat. Maka jadilah negara ini memiliki sebuah pesawat yang pada masanya digunakan untuk diplomasi Pemerintahan Republik Ini. Pesawat ini turut mengukir sejarah perjalanan Indonesia
Tepat di sebelahnya, berdiri kokoh Tugu memperingati Tsunami. Lapangan ini juga sering digunakan untuk joging warga Banda Aceh.



Berpacu kembali ke arah Ulhe Lhee. Belum lagi jauh, kendaraan mengarah ke kanan menuju PLTD APUNG Museum ini sekarang turut menjadi ikon pariwisata dari Banda Aceh. Selain melihat kapal besar yang terdampar ke daratan, kita juga dapat melihat foto foto tsunami. Pengunjung juga dapat naik ke kapal ini, dan berjalan jalan di sekitar kapal.
Spoiler for PLTD APUNG



Ingin segera melihat laut, bau air laut mulai tercium ketika sudah berada di jalan menuju Ulhe Lhe. Jangan lupa untuk singgah di Kuburan Masal Tsunami.



Jika sudah sampai di bunderan Ulhe Lhee, ke kanan, maka kita akan mengarah pada Pelabuhan Ulhe Lhee. Jalur penyebrangan menuju Pulau Weh (Kota Sabang). Jangan masuk ke area ini selepas magrib, karena jalan akan diportal. Di sepanjang jalan ini akan ada banyak penjual jagung bakar, dan minuman dingin. Di tepi laut, ada yang menyewakan perahu angsa, meski cuaca terik, ini tidak akan menghilangkan keceriaan. Sepintas saja disini, karena sore hari cepat berlari. Jika sudah kembali ke bundaran Ulhee Lhee, jangan terus kembali. Cobalah terus ke arah Lhok Nga (tetapi kita tidak akan sampai kesana). Kita akan menemukan Gedung Pusat Riset dan Mitigasi Bencana. Rasanya tidak semua daerah punya. Jadi tidak ada salahnya untuk singgah kesana. Ada baiknya kita mengenal apa itu bencana sebelum bencana yang singgah untuk berkenalan dengan kita.




Jika diteruskan, maka kita akan melewati Water Boom nya Kota Banda Aceh. Mungkin akan sama dengan di tempat lain, hanya luas lokasi saja yang mungkin berbeda. Setelah melewati Banda Seafood, maka kita akan bertemu dengan jembatan kanal. Ini adalah tempat favorit saya untuk melepas penat. Turun ke kiri, duduk di depan kedai kopi. Untuk sekedar menikmati senja ditemani dengan Mie Aceh.





Hari mulai gelap, saatnya untuk beranjak. Lewat bunderan Ulhe Lhee dan ternyata benar, bahwa jalan masuk ke Pelabuhan sudah diportal. Terus menuju Blang Padang. Jangan kaget jika melihat kendaraan roda empat dijadikan warung berjalan. Ada yang disulap menjadi counter pulsa atau pun menjadi kios rokok.






Sampai juga di Pasar Aceh. Pasar ini merupakan jantung perekonomian Banda Aceh. Dekat pasar inilah terdapat Terminal Labi Labi (angkutan kota). Karena letaknya bersebelahan dengan Mesjid Raya. Maka tidak jarang pengunjung luar kota yang datang, turut berbelanja di Pasar Aceh.


Sangat saya sarankan untuk singgah di Masjid Raya ketika malam tiba. Kesannya akan sangat berbeda, karena lampu lampu telah menyala. Sebagai salah satu pusat landmark Kota Banda Aceh, tentunya kita akan sangat menyesal jika tidak mengunjunginya. Di seberang lokasi ini, terdapat Lokomotif Kereta Api yang terpajangan di atas bangunan kecil. Jelas sekali bahwa Lokomotif ini merupakan sisa sisa kemajuan transportasi kereta api di Aceh. Padahal dulu di Aceh kereta api merupakan sarana transportasi yang sangat diminati. Entah kenapa, sekarang hanya tinggal cerita saja. Sebenarnya tak jauh dari Pasar Aceh tadi, ada satu bangunan tua yang turut mengiringi sejarah Kota Banda Aceh. Jika kelak singgah, jangan lupa mengunjungi Gedung Bank Indonesia.



Saatnya beranjak pergi. Kita akan melewati jembatan Pante Pirak. Entah mungkin letaknya dekat dengan Pante Pirak (salah satu toko swalayan di Banda Aceh) entah atas alasan lainnya, saya pun tak tahu apa nama aseli jembatan ini. Pastinya jembatan ini cantik di malam hari. Terkadang tidak jarang warga yang duduk santai di trotoar jembatan ini, bahkan ada yang memancing.


Tidak jauh dari jembatan tersebut, kita akan menemui sebuah simpang yang dinamakan dengan Simpang Lima. Karena jalan ini bercabang 5. Salah satunya mengarah ke Peunayong, pusat kampung China di Banda Aceh. Daerah ini juga dijadijan sebagai pusat Festival Krueng Aceh yang dilaksanakan rutin setiap tahun. Dari lomba perahu naga sampai pertunjukkan barongsai. Cabang lainnya menuju Pasar Aceh juga. Tepatnya ke arah Hotel Medan. Di sepanjang jalan ini terdapat beberapa toko yang menjual merchandise dan oleh oleh khas Banda Aceh. Di seputaran simpang lima ini juga terdapat beberapa lokasi kuliner. Dari kedai kopi hingga tempat makan. Jika kita melanjutkan perjalanan ke arah jalan D. Bereuh, rasanya gedung DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) layak untuk didokumentasikan. Karena gedung ini sangat kental ke-Aceh-annya. Biasanya di trotoar ketika malam menjelang, akan ada pedagang burger. Mungkin nanti jika saya membelinya, akan saya ceritakan lagi di kemudian hari. Lewat dari simpang Brimob. Setelah perempatan, akan terlihat kawasan kuliner yang memang buka hanya pada malam hari saja. Setelah itu kita akan melewati RSUZA, sebagai rumah sakit Provinsi Aceh. Berlanjut kita akan melalui lampu merah dan melewati Kantor Gubernur. 


Setelah itu akan kita temui daerah Prada. Disini juga merupakan pusat kuliner malam hari. Berbagai macam makanan dan minuman dapat kita nikmati disana. Jika kita teruskan perjalanan maka kita akan melewati Kantor Polda Aceh, dan sampai di Simpang Mesra. Jika kita ke kiri akan menuju Alue Naga, tempat yang cantik untuk menikmati Sunset. Bila kita ke kanan kita akan menuju Darussallam, sebagai jantung pendidikan Kota Banda Aceh. Karena disana terdapat beberapa kampus besar.

Tidak jauh dari Simpang ini, kita akan menjumpai warung seafood yang berbaris rapih di tepi jalan. Ikan yang masih segar dipajang di depannya. Kita tinggal memilih, kemudian diolah, dibakar atau digoreng. Tempat yang nyaman begitu juga dengan harganya. 40K-60K per potong ikan. Cukup untuk kita makan berdua








Transportasi di Banda Aceh:

Bila kita datang dari Bandara, maka ada 2 alternatif. Yang pertama naik mobil pribadi yang disulap menjadi Taksi Bandara. Tarif ke Kota 70K. Atau dapat menggunakan DAMRI dengan tarif 10K. DAMRI bertujuan akhir di depan Mesjid Raya.

Bila kita datang dari arah Medan dengan menggunakan jalur darat, kita dapat menggunakan Bus AKAP dengan tarif 120K-200K. Tenang saja, bus-bus lintas yang masuk ke Banda Aceh terjamin fasilitasnya. Sepengetahuan saya, hanya ada satu keberangkatan bus ekonomi tanpa AC tujuan Pulau Jawa. Bus lainnya adalah kelas bisnis dengan seat 2-2, AC, Smoking Room, dan Toilet. Ada juga bus eksekutif dengan seat 2-1, AC, Smoking Room, dan Toilet. Jarak tempuh Medan - Banda Aceh 10-12jam.

Untuk transportasi antar kabupaten kota, lebih terfokus pada angkutan L-300. Terutama untuk jalur barat, selatan dan tengah provinsi Aceh. Mungkin bisa dikatakan bahwa L-300 di Banda Aceh menyerupai travel, karena memiliki layanan antar jemput penumpang door to door.

Untuk transportasi dalam kota, kita dapat menggunakan Labi Labi (semacam angkot) dan Beca Motor. Dikatakan sebagai labi labi karena memang jalannya sangat lambat, apalagi ketika penumpang sepi. Tarif labi-labi adalah 3-6k sekali naik. Tidak ada pembedaan tarif penumpang pelajar maupun lainnya. Sedang beca motor, adalah sepeda motor yang digandeng dengan beca disamping kirinya. Sehingga dapat menampung beberapa penumpang. Tarif yang berlaku di Banda Aceh adalah 4K per kilometer. Sebenarnya di Banda Aceh ada juga ojeg, hanya saja jarang terlihat. Sesekali dapat kita temukan di terminal bus.


Jalan jalan di Banda Aceh kurang lengkap bila tak mencicipi kuliner di kota ini.

emping dan kawan kawan adalah kawan santap yang wajib disajikan untuk kuliner kota ini



Nasi goreng ini dimasak dalam porsi banyak. Sehingga kita tak perlu lama menunggu. Paling enak bila disajikan dengan kuah kari. Nasi goreng Canai Mamak merupakan satu dari sekian banyak nasi goreng yang lezat di Banda Aceh


Sate Matang, aneh bukan namanya? Biasanya kita hanya mendengar nama sate ayam, sate kambing.kuah ini selalu disajikan bila kita menyantap sate matang


sambal hijau, sambal ini sebenarnya sudah familiar di kota lain. Tetapi kurang nikmat rasanya makan tanpa sambal ini.

Nasih gurih, biasanya disajikan ketika pagi hari. Dengan telur atau daging bebek, rasanya akan lebih ciamik.

Mie Aceh, ini adalah salah satu kuliner juaranya Aceh. Meski disajikan di Bandung sekalipun, namanya tetap Mie Aceh  . Dapat kita pesan dengan bentuk mie kering atau mie basah. Mungkin Mie di Banda Aceh yang cukup dikenal adalah Mie Rajali di seputaran Peunayong.


Bu Sikameng, bukan Bu Sikomeng ya. Ini termasuk makanan juara khas Aceh. Lihatlah bagaimana cara memasaknya, ciri tradisionalnya masih dipertahankan. Agar cita rasa tetap terjaga, kata si penjualnya. Bu Sikameng juga dapat kita temui ketika ada acara adat dan keagaaman. Dan ini telah menjadi masakan khas secara turun temuruntemurun

Ini adalah soto Bu Endang. Pingin tahu rasanya? Coba saja kunjungi kedai Bu Endang, tidak kalah saing dengan soto lainnya.

Rasanya sarapan pagi belumlah lengkap tanpa ditemani Timpan dan jajanan lainnya. Timpan ini rasanya kenyal dan legit, cukuplah untuk olahraga lidah di pagi hari.

Sebagai daerah pesisir, sangat saya sarankan untuk menikmati Udang. Di Belanda belum tentu ada yang seperti ini kan?

Ayam goreng, rendang, dan beberapa jenis daging lainnya sangat cocok untuk menemani makan siang. Bila tak ingin kadar kolesterol meningkat, bisa kita netralisir dengan jus timun.


Ini adalah kerang, setelah diolah sedemikian rupa, rasanya sangat nyaman di lidah. Dan bau amisnya nyaris tak adaada


Mie Caluk, sebenarnya ini adalah makanan khas Sigli, tetapi ada juga yang menjualnya di Banda Aceh. Penjualannya relatif meningkat ketika bulan puasa tiba.


Sebenarnya ini sudah sangat lazim di daerah lain, hanya saja campuran yang dipakai adalah kopi. Ini adalah Telur kocok kopi, bila yang sering saya nikmati adalah teh telur susu, maka kuliner satu ini harus anda coba nikmati bila berkunjung ke Banda Aceh


Ranup, sejenis sirih yang biasa dikonsumsi oleh orang tua di kampung. Tetapi sirih yang satu ini lain rasanya, entah karena lain bumbunya. Ranup bersahabat dengan lidah, sehingga tidak banyak mengeluarkan air liur. Bila dikunyah cepat sekali lembutnya.


Sebenarnya masih ada banyak kuliner lainnya di Banda Aceh seperti Ayam Tangkap, Ayam Lepas, Daging Putih dan banyak macam lainnya, akan tetapi karena keterbatasan lambung, eh karna keterbatasan niat mengumpulkannya, maka sementara ini dulu yang dapat tersaji





Banda Aceh sebagai ibukota Provinsi Aceh, merupakan kota yang memiliki beberapa perguruan tinggi. Dapat dikatakan bahwa Banda Aceh merupakan pusat pendidikan bagi Provinsi Aceh. Beberapa perguruan tinggi diantaranya:

1. Universitas Syiah Kuala
Universitas Syiah Kuala, disingkat Unsyiah, adalah perguruan tinggi negeri di Banda Aceh, Indonesia, yang berdiri pada 2 Juni 1961. Universitas ini terletak di Banda Aceh, Tepatnya di Kota Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma) Darussalam. Kampus Unsyiah berjarak 8 Km ke arah timur Kota Banda Aceh, 22 Km dari Bandara Sultan Iskandar Muda, dan 32 Km dari Pelabuhan Malahayati di Krueng Raya. http://id.wikipedia.org/wiki/Univers...as_Syiah_Kuala




2. Institut Agama Islam Negeri Ar Raniry
IAIN Ar-Raniry merupakan yang ketiga di nusantara setelah IAIN Sunan Kalidjaga Yogyakarta dan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hingga saat ini IAIN Ar-Raniry terus maju dan berkembang. Hingga saat ini telah memiliki 5 fakultas. Untuk agan agan yang ingin memperdalam pendidikan khususnya keIslaman, bisa mengenyamnya di kampus ini.





3. Universitas Muhammadiyah Aceh
Universitas ini merupakan rumpun universitas yang dijalankan oleh yayasan Muhammadiyah di Aceh. Hadirnya Unmuha, dapat meningkatkan kualitas pendidikan bagi Provinsi Aceh.

4. Universitas Serambi Mekkah
Dengan misi menjadikan Universitas Serambi Mekkah sebagai suatu lembaga pendidikan yang mampu menghasilkan tenaga – tenaga profesional yang berkualitas di bidangnya dan unggul secara fisik, mental, emosional, sosial, intelektual dan moral yang mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional, maka universitas ini layak diperhitungkan keberadaannya dalam menyokong mutu pendidikan khususnya di Banda Aceh. Hingga saat ini, Universitas Serambi Mekkah telah memiliki 8 fakultas.

5. Universitas Iskandar Muda
Universitas Iskandarmuda yang diasuh oleh Yayasan Perguruan Tinggi Iskandarmuda berdiri sejak tahun 1987, saat ini mempunyai Fakultas:
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Fakultas Teknik
Fakultas Pertanian
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Merupakan pengintegrasian serta perubahan bentuk dari tiga Sekolah Tinggi dilingkungan Yayasan Perguruan Tinggi Iskandarmuda:
STI Sospol (berdiri tahun 1962)
ST Teknik (berdiri tahun 1983)
ST Pertanian (berdiri tahun 1984)

Untuk perguruan tinggi lainnya, bisa dilihat disini



SUMBER

TrendingMore